Hikayat Bulan dan Khairan
…
di langit malam: Bulan
memancarkan cintanya kepada Khairan
Khairan tidak perduli
di kamarnya yang sunyi
Khairan menulis puisi
lewat celah jendela
Bulan mengintip Khairan
Khairan tidak perduli
Di kamarnya yang sunyi
Khairan menulis puisi
Di langit bulan gelisah
Khairan tidak perduli
Di langit Bulan sepi
Khairan tidak perduli
Di langit bulan Rindu
Khairan tidak perduli
maka Bulan turun ke bumi
Khairan tidak perduli
Bulan melangkah mendekat
Khairan tidak perduli
Bulan memanjat dinding
Khairan tidak peruli
Bulan mengetuk jendela
Khairan tetap saja menulis puisi
pelan-pelan Bulan menguak jendela
Khairan tidak perduli
Bulan nekad memasuki kamarnya
Khairan tidak perduli
Bulan menggamit bahunya
Khairan tidak perduli
Bulan mengelus lehernya
Khairan tidak perduli
Bulan membelai pipinya
Khairan tidak perduli
Bulan mencium dahinya
Khairan tidak perduli
Bulan mengecup bibirnya
Khairan tidak bisa lagi tidak perduli
Bulan rebah di pangkuannya
Khairan tidak lagi menulis puisi
Bulan memegang tangannya
Khairan membiarkan
Bulan menuntunnya ke ranjang
Khairan tidak keberatan
Bulan buka kutang
Khairan mulai gemeteran
Bulan buka paha
Khairan segera jadi singa
syahdan
ketika Bulan dan Khairan
tuntas di puncak malam
sebuah puisi tiba di ujung baitnya
Bulan pun kembali ke langit malam
memancarkan cintanya ke mana-mana
Husni Djamaluddin
Ujung Pandang, Januari 1976
halo salam kenal…
singgah di sini langsung disuguhi puisi…
wah…kagum deh sama blognya…
kpn2 maen k blog aku jg ya…
salam kenal jua. thx sudah mampir.
boleh tak sambung kang?
bulan merayu
khairan yang teralu malu
mengaku
ingin bercumbu
bulan merayu
khairan yang sok lugu
memaknai ambigu
ritual bercumbu
khairan tak lagi ragu
ketika bulan mulai mencumbu
khairan turut meenunggu
bulan selesai mencumbu
biarkan bulan senang dulu
dengan ritual mencumbu
mudahkan khairan rangkai puisi terdahulu
perihal ritual bercumbu
salam knal danhangat
-joni-
Mantab. 😀
hmmm
sajak yg indah
🙂
luar biasa